CILONGOK, SATELITPOST-Perajin gula kristal atau gula semut organik tengah mengalami penurunan jumlah produksi dan harga untuk ekspor. Kondisi ini terjadi setelah ada temuan produksi gula organik yang tidak murni atau sudah tercampur.
Perajin gula kristal Desa Panembangan, Sholeh (38) mengatakan, kondisi tersebut dialaminya belum lama ini. Dari pengiriman gula kristal organik sebanyak 8 ton, hanya 5 ton yang bisa diekspor. Sementara 3 ton sisanya dikembalikan oleh eksportir.
“Yang 3 ton ditolak alasannya karena tidak murni atau terkontaminasi gluten (zat sejenis tepung yang mengandung protein-red),” katanya kepada SatelitPost, Selasa (13/2).
Sampai saat ini, Sholeh masih tidak tahu kadar gluten pada produknya berasal dari mana. Ia mengaku tidak mencampurkan zat tersebut untuk pengolahan gula kristalnya. ”Ini masih menjadi persoalan yang dicari karena menyangkut nama Indonesia sebagai pengekspor gula kristal. Di pasaran ekspor harganya menjadi jatuh, dari semula Rp 24 ribu per kilo sekarang menjadi Rp 20 ribu per kilonya. Karena kepercayaan konsumen turun terhadap kemurnian gula dari Indonesia,” katanya.
Dia pun masih menebak-nebak kandungan gluten yang membuat gula kristal menjadi terkontaminasi tersebut. “Apakah memang kadar gula di wilayah tertentu mengandung gluten, atau dari kemasannya yang mengandung zat tersebut atau bahkan ada oknum yang berfikir sesaat sengaja mencampurnya. Ini masih menjadi persoalan yang dicari,” kata Sholeh.
Jika memang ada unsur kesengajaan, ia berharap kepada para pelaku usaha gula kristal atau gula semut di manapun berada agar berlatih bermain jujur. Jika memang produksinya sudah dicampur bilang saja sudah campuran dan bukan murni lagi. Pasalnya ini menyangkut kepercayaan konsumen.
“Kita dianggap membohongi pasar karena produksi kita gula murni atau organik tapi ternyata ada temuan campuran lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan adanya temuan ini, secara langsung petani dan perajin gula kristal di Banyumas pada khususnya menjadi terdampak. Dari data yang dia peroleh, saat ini di Kabupaten Banyumas sendiri sudah ada 28 ribu pelaku dan perajin gula semut.
“Kalau bicara warga yang terlibat dalam produksi semisal satu keluarga ada 4 orang berarti jumlah tadi tinggal dikalikan. Jumlahnya hampir 10 persen dari jumlah warga Banyumas. Kan kasihan kalau terjadi penurunan harga,” kata dia. (rare@satelitpost.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar